Persiapkan Diri Hadapi Resesi Ekonomi Global Tahun Depan, Catat 3 Langkahnya

Jumat, 14 Oktober 2022 | 06:33 WIB Sumber: Kompas.com
Persiapkan Diri Hadapi Resesi Ekonomi Global Tahun Depan, Catat 3 Langkahnya

ILUSTRASI. Sejumlah lembaga dan pakar memproyeksi, perekonomian global akan masuk jurang resesi pada tahun depan.


RESESI EKONOMI - JAKARTA. Sejumlah lembaga dan pakar memproyeksi, perekonomian global akan masuk jurang resesi pada 2003. Dampak dari kenaikan suku bunga yang signifikan dalam waktu singkat disertai lonjakan inflasi akan memukul berbagai sektor ekonomi.  

Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan pada Selasa (11/10/2022) bahwa ekonomi dunia sedang menuju "badai air". IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan global untuk tahun depan dan memperingatkan resesi dunia yang keras jika pembuat kebijakan salah menangani perang melawan inflasi.

Melansir New York Times, penilaian suram dirinci dalam laporan World Economic Outlook, yang diterbitkan ketika pejabat ekonomi top dunia melakukan perjalanan ke Washington untuk pertemuan tahunan Bank Dunia dan IMF. 

Pertemuan itu bertepatan pada kondisi ekonomi global yang muram, seiring terjadinya gangguan rantai pasokan yang terus-menerus dan perang Rusia di Ukraina. 
Faktor-faktor tersebut telah menyebabkan lonjakan harga energi dan pangan selama setahun terakhir, yang pada akhirnya memaksa para bank sentral menaikkan suku bunga tajam untuk mendinginkan ekonomi mereka. 

IMF menilai, menaikkan biaya pinjaman mungkin akan menjinakkan inflasi dengan memperlambat investasi bisnis dan belanja konsumen. Akan tetapi, tingkat inflasi yang lebih tinggi juga dapat menghasilkan serangkaian masalah baru: serangkaian resesi di negara-negara kaya dan krisis utang di negara-negara miskin.

"Singkatnya, yang terburuk belum datang, dan bagi banyak orang 2023 akan terasa seperti resesi," demikian bunyi laporan IMF. Nah, jika Anda khawatir tentang potensi resesi dan dampaknya terhadap investasi, itu hal yang normal. 

Baca Juga: Penurunan Keyakinan Konsumen Jadi Tanda Pelemahan Daya Beli

Berikut adalah langkah-langkah yang harus dipersiapkan dalam menghadapi resesi ekonomi 2023:

 

1. Membuat dana darurat  

Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi Mike Rini Sutikno mengatakan, peningkatan porsi uang tunai sebagai dana darurat memang diperlukan untuk menjaga likuiditas individu di tengah ketidakpastian ekonomi ke depan. 

Dengan tingkat likuiditas keuangan yang baik, individu akan mampu bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama. 

"Dalam rangka peningkatan likuiditas ini adalah peningkatan dari dana darurat, menjaga dana darurat kita sesuai dengan kebutuhan kita," kata dia. 

Namun, di sisi lain masyarakat disarankan untuk tetap berinvestasi. Harapannya, di tengah lonjakan inflasi dana yang dimiliki masyarakat tidak tergerus, justru berkembang. 

Ia pun merekomendasikan kepada masyarakat dengan fokus diversifikasi aset. Adapun dana yang digunakan untuk berinvestasi juga disarankan untuk tidak langsung dalam nominal besar. 

"Jadi memang benar, kita harus tetap punya cash, investasi yang aman, betul. Dialokasikan secara proporsional," katanya. 

Dia menambahkan, "Lalu dana investasi kita sebar lagi, kita juga bisa membeli investasi likuiditas tinggi, contoh reksa dana pasar uang." 

Baca Juga: Keyakinan Konsumen September 2022 Anjlok, Indonesia di Ambang Resesi?

2. Jangan buru-buru jual aset 

Mike mengatakan, resesi ekonomi bukan berarti masyarakat harus berhenti berinvestasi. Atau bahkan menjual seluruh kepemilikan aset investasinya. 

"Jangan buru-buru menjual aset investasi anda, karena takut hargannya turun, itu namanya bersikap panik," kata dia kepada Kompas.com, dikutip Jumat (7/10/2022). 

Mike menyadari, dalam kondisi perekonomian yang berada di dalam resesi, kinerja investasi cenderung menurun. Namun demikian, masyarakat disarankan untuk tidak serta merta menjual aset investasinya. Apalagi aset investasi yang dimiliki saat ini nilainya berada jauh di bawah harga beli. 

Alih-alih menambah kepemilikan uang tunai, hal itu justru membuat masyarakat merugi. 

"Jawabannya itu bukan menjual semua, lalu masukan ke tabungan, ke emas, itu panik. Jawabannya yang paling tepat adalah mengelola risiko investasinya, atau risk management," tuturnya. 

Baca Juga: IMF dan Bank Dunia Peringatkan Meningkatnya Risiko Resesi Global

3. Jangan berhenti investasi 

Senada dengan Mike, Perencana Keuangan Alliance Group Indonesia Andy Nugroho mengatakan, dengan kondisi pasar yang fluktuatif, bukan berarti individu harus mengurangi atau bahkan berhenti investasi. 

Menurutnya, saat ini individu masih dapat menempatkan dananya di instrumen investasi yang memiliki risiko rendah. Contohnya logam mulia, deposito, atau reksa dana berbasis pendapatan tetap. 

"Jadi biar (dana) tetap bisa digunakan, dan dicairkan, namun kemungkinan melawan inflasi cukup kuat, kita bisa ditaruh di uang tunai atau instrumen investasi yang memang gampang dicairkan," tutur Andy. 

Selain itu, sebenarnya individu juga masih bisa menempatkan dananya di instrumen investasi berisiko tinggi seperti saham. Namun, ini harus disesuaikan dengan profil investasi masing-masing individu. 

Sebagaimana diketahui, profil risiko investasi secara umum terbagi menjadi tiga jenis yakni konservatif, moderat, dan agresif. Di mana konservatif memiliki profil risiko paling rendah, moderat profil risiko menengah, dan agresif profil risiko paling tinggi. 

Untuk individu yang memiliki profil risiko konservatif, Andy tidak menyarankan untuk menempatkan dananya di instrumen investasi risiko tinggi, seperti saham. 

Ia merekomendasikan seluruh dana investasi ditempatkan di instrumen investasi risiko rendah. 

"Saya akan menyarankan saat ini lebih pada ke deposito misal 20 persen, kemudian logam mulia 20 persen, kemudian mau di reksa dana pendapatan tetap itu bisa di sekitar 30 persen, dan di surat berharga negara itu bisa berupa ORI atau sukuk ritel itu bisa 30 persen," tuturnya. 

Sementara untuk profil risiko moderat, individu diperbolehkan untuk menempatkan dananya di produk reksa dana berbasis campuran. Akan tetapi, sebagian besar dana investasi disarankan untuk ditempatkan di produk investasi pendapatan tetap seperti deposito dan SBN. 

"Mereka bisa meraciknya dengan mereka punya portofolio di SBN sebesar 30 persen, kemudian reksa dana berbasis campuran itu 40 persen, kemudian juga untuk deposito itu 15 persen dan logam mulia 15 persen," katanya. 

Instrumen investasi berisiko tinggi seperti saham baru direkomendasikan kepada individu dengan profil risiko agresif. Bahkan, kepemilikan saham direkomendasikan mencapai 50 persen dari total portofolio investasi. 

Baca Juga: China di Ambang Resesi, Begini Dampaknya ke Perdagangan dan Investasi RI

Akan tetapi, Andy mengingatkan, individu perlu untuk terus memantau kondisi fundamental perekonomian global. Ini guna meminimalisir potensi kerugian yang besar jika pasar saham berguguran nantinya. 

"Teman-teman yang portofolionya agresif, saya akan menyarankan pasar saham 50 persen, kemudian mereka juga bisa masuk juga di reksa dana berbasis pasar saham 30 persen, kemudian obligasi ritel atau sukuk ritel 20 persen," ucap Andy.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hadapi Resesi Ekonomi 2023, Lakukan Langkah Penting Ini"
Penulis : Rully R. Ramli
Editor : Yoga Sukmana

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Terbaru