KONTAN.CO.ID - Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dengan sifat narsistik (narsis) dapat meninggalkan bekas luka emosional yang mendalam dan memiliki dampak buruk berkepanjangan pada perkembangan anak.
Narsisme, yang ditandai dengan perasaan superioritas, kebutuhan berlebihan akan kekaguman, dan minimnya empati, membuat orang tua jenis ini melihat anak sebagai perpanjangan diri, bukan sebagai individu yang mandiri.
Mengutip dari Forbes, anak yang dibesarkan oleh orang tua narsis sering kali berjuang melawan rendah diri (low self-esteem) yang parah.
Baca Juga: Rupiah Tertekan, Intervensi Perlu Diperkuat dan Suku Bunga SBN Dinaikkan
Anak-anak ini cenderung tumbuh dengan keyakinan bahwa mereka tidak pernah cukup baik dalam hal apa pun, sebuah kondisi yang sangat memengaruhi kesehatan mental dan kemampuan sosial mereka.
Pola asuh yang didasari narsisme ini secara fundamental merusak cara anak berkomunikasi dan berpikir tentang diri mereka sendiri dan dunia.
Maka dari itu, sangat penting bagi setiap orang tua untuk mengenali tanda-tanda narsisme dalam pola asuh agar dapat mencegah dampak negatifnya pada buah hati.
Berikut adalah tanda-tanda utama dari orang tua narsis, dihimpun dari Psychology Today dan Medium:
1. Kurangnya Empati dan Pemanfaatan Anak
Orang tua narsis sangat kurang empati. Mereka tidak memiliki kemampuan atau minat untuk sungguh-sungguh memahami dan menghargai perasaan, keinginan, atau kebutuhan emosional anak.
- Pemanfaatan untuk Hasrat Pribadi: Mereka cenderung memanfaatkan anak untuk memenuhi hasrat dan impian yang belum tercapai. Anak diarahkan dan dibentuk untuk menjadi "aset" atau "piala" yang bisa mereka pamerkan ke orang lain, sebuah perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan status dan mendapatkan kekaguman dari lingkungan sosial.
- Keinginan Orang Tua Mutlak: Apa yang dirasakan dan diinginkan orang tua merupakan hal yang mutlak dan harus dipenuhi. Akibatnya, perasaan, pendapat, dan keinginan otentik anak diabaikan dan dianggap tidak relevan.
Baca Juga: Siapa Tommy Hermawan Lo? Ini Profil Pengusaha di Balik Dewa United FC
2. Merendahkan dan Kritik Berlebihan
Orang tua narsis memiliki kebutuhan untuk selalu merasa superior dan benar. Ini diterjemahkan menjadi sikap merendahkan anak, baik secara sadar maupun tidak.
- Pembentukan Pemikiran Palsu: Mereka membangun pemikiran palsu di mana orang tua selalu benar dan pandangan anak dianggap lebih rendah atau tidak benar.
- Egoisme dan Superioritas: Pemikiran ini menanamkan sikap egoisme dan superioritas pada diri orang tua, membuat mereka menjadi sangat sensitif terhadap kritik dan sering kali meluapkan kemarahan narsistik (narcissistic rage) ketika merasa tercoreng atau tidak diakui. Kritik yang terus-menerus ini menyebabkan anak mengalami krisis identitas karena harus menekan kepribadian aslinya demi menyenangkan orang tua.
3. Melebih-lebihkan Kemampuan Diri dan "Aset" Anak
Ciri khas lain dari orang tua narsis adalah kebutuhan untuk menonjolkan betapa spesialnya mereka.
- Pencarian Perhatian: Ada beragam cara orang tua menunjukkan keunggulan mereka, mulai dari kemampuan, pencapaian, hingga penampilan fisik. Mereka memandang anak sebagai "aset" yang dapat ditonjolkan kepada orang lain, misalnya memaksa anak mengikuti banyak kompetisi, semata-mata untuk memenuhi hasrat ingin diperhatikan dan dikagumi.
- Iri Hati: Ironisnya, mereka bahkan bisa merasa cemburu atau iri terhadap keberhasilan atau bakat yang dimiliki anak, terutama jika prestasi anak mulai mengancam citra superioritas orang tua itu sendiri.
4. Manipulatif dan Kontrol Penuh
Orang tua narsis sering menggunakan manipulasi dan ancaman emosional untuk memastikan anak tetap berada di bawah kendali mereka.
- Kontrol Total: Anak tidak memiliki kontrol penuh atas keinginannya sendiri karena orang tua selalu memegang kendali atas seluruh kehidupan anak, bahkan hingga ranah pribadi.
- Kasih Sayang Bersyarat (Conditional Love): Mereka cenderung meminta timbal balik atas kasih sayang atau bantuan yang diberikan. Mereka menggunakan kasih sayang sebagai ancaman dan hukuman, membuat anak merasa bahwa cinta itu harus diperoleh atau dibayar, bukan diberikan secara tanpa syarat. Hal ini dikenal sebagai "conditional love" dan menjadi salah satu akar masalah terbesar bagi anak hingga dewasa.
5. Posesif dan Merasa Cemburu
Sifat posesif ini berkaitan erat dengan kebutuhan untuk mempertahankan kontrol.
- Menghambat Kemandirian: Orang tua akan berharap anak tumbuh dengan rasa bergantung pada mereka. Jika anak mulai dewasa dan menunjukkan kemandirian, mereka akan merasa cemburu dan terancam.
- Dampak Masa Depan: Sikap ini membuat anak kesulitan untuk mengembangkan otonomi dan menjadi pribadi yang tidak mandiri. Kondisi ini dapat sangat mempersulit anak saat sudah bekerja, membangun hubungan romantis, atau berumah tangga, karena mereka tidak pernah belajar mengambil keputusan sendiri atau menetapkan batasan yang sehat.
Tonton: Bahlil: Freeport Hentikan Penambangan untuk Cari Pekerja yang Terjebak
Dampak Jangka Panjang pada Anak Hingga Dewasa
Pola asuh narsis tidak hanya berdampak pada masa kanak-kanak, tetapi menimbulkan efek jangka panjang yang mendalam, seringkali disamarkan sebagai isu harga diri atau hubungan yang buruk.
- Keraguan Diri yang Melumpuhkan (Crippling Self-Doubt): Anak yang dibesarkan dalam lingkungan ini tidak belajar mengenali atau memercayai perasaan mereka sendiri. Mereka tumbuh dengan keraguan diri yang melumpuhkan karena diajarkan bahwa apa yang mereka rasakan tidak penting, hanya citra luar yang penting.
- Masalah Attachment: Mereka berisiko mengalami masalah attachment (ikatan) yang tidak aman, baik menjadi cemas (selalu mengejar koneksi) atau menghindar (menutup diri dari keintiman emosional) dalam hubungan dewasa mereka.
- "People Pleaser" dan Batasan yang Buruk: Anak-anak ini sering tumbuh menjadi "people pleaser" (selalu ingin menyenangkan orang lain) karena mereka terbiasa memprioritaskan kebutuhan orang tua. Bersumber dari Psychology Today, mereka kesulitan menetapkan batasan (boundaries) yang sehat dan rentan berada dalam hubungan romantis yang tidak sehat atau bahkan abusive di masa depan.
- Penyakit Mental: Studi telah menunjukkan bahwa narsisme orang tua secara longitudinal terkait dengan risiko yang lebih tinggi terhadap depresi dan kecemasan pada anak.
Selanjutnya: BGN Bentuk Tim Investigasi Buntut Keracunan MBG, Ekonom: Perbanyak Masyarakat Sipil
Menarik Dibaca: Tips Praktis Nutrisi Anak Gen Alpha Lewat Susu & Mikronutrien
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News