PROFIL - Hari Pers Nasional diperingati setiap tanggal 9 Februari. Peringatan Hari Pers Nasional atau HPN tidak lepas dari peran R.M. Tirto Adhi Soerjo sebagai Bapak Pers Nasional di Indonesia.
Tirto Adhi Soerjo dikenal tokoh pers dan tokoh kebangkitan nasional di Indonesia. R.M. Tirto Adhi Soerjo adalah orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda dan pembentuk pendapat umum.
Tirto juga berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial Belanda pada masa itu.
Lantas, seperti apa biografi R.M. Tirto Adhi Soerjo sebagai Bapak Pers Nasional di Indonesia?
Baca Juga: Kumpulan Twibbon HPN 9 Februari 2024 yang Bisa Diunggah di Media Sosial!
Biografi R.M. Tirto Adhi Soerjo
Tirto Adhi Soerjo lahir pada 1880 di Cepu, Blora, Jawa Tengah dengan nama Raden Mas Djokomono dan meninggal pada 1918.
R.M. Tirto Adhi Soerjo adalah anak dari Raden Ngabehi Muhammad Chan Tirtodipuro dan cucu dari Raden Mas Tumenggung Tirtonoto.
Meskipun memiliki latar belakang sebagai priyayi yang seharusnya melanjutkan pendidikan di bidang pemerintahan, Tirto memilih untuk mengejar pendidikan kedokteran di Stovia Batavia sejak 1893 hingga 1900.
Tirto kemudian bekerja sebagai redaktur di harian Bintang Betawi, yang kemudian berganti nama menjadi Berita Betawi. Lalu, memimpin Medan Prijaji yang berkantor di Bandung.
Baca Juga: 35 Ucapan Hari Pers Nasional 9 Februari 2024 untuk Diunggah di Media Sosial!
Dikutip dari laman Ensiklopedia Kemdikbud, Medan Prijaji merupakan surat kabar pertama yang bersuara nasional. Medan Prijaji dikenal sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu (bahasa Indonesia).
Selain itu, seluruh pekerja mulai dari pengasuhnya, percetakan, penerbitan dan wartawannya adalah pribumi. Dalam surat kabar ini sering muncul kritik-kritik yang ditulis sendiri oleh R.M. Tirto Adhi Soerjo dalam bentuk cerita pendek.
Tirto adalah orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda dan pembentuk pendapat umum. Tirto berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial Belanda pada masa itu.
Baca Juga: Selamat Hari Pers Nasional 2024, Viralkan Ucapan & Twibbon HPN Berikut
Di bawah kepala surat kabar Medan Prijaji tertulis "orgaan boeat bangsa jang terperintah di Hinia Olanda, tempat memboeka soearanja". Moto yang disampaikan oleh Tirtohadisoerjo pada masa itu sudah dianggap radikal.
Beberapa surat kabar yang diterbitkan oleh Tirto antara lain Soenda Berita (1903—1905), Medan Prijaji (1907—1912) dan Putri Hindia (1908).
Sebagai seorang wartawan ia adalah seorang tokoh pers dan tokoh kebangkitan nasional Indonesia. Dia juga dikenal sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional Indonesia. Namanya sering disingkat T.A.S.
Baca Juga: 30 Ucapan Tahun Baru Imlek 2024 Bahasa Inggris, Menyambut Tahun Naga Kayu
Perjuangan Tirto Adhi Soerjo dalam Sarekat Islam
Peran dan perjuangan Tirto Adhi Soerjo dalam dunia pergerakan terlihat saat bergabung dengan Budi Utomo dan mendirikan Sarekat Islam. Pada 1908, Tirto bergabung dengan Budi Utomo.
Saat rapat besar Budi Utomo pada 17 Januari 1909, Tirto menyarankan agar organisasi ini merangkul pedagang pribumi sebagai anggota dan lebih fokus pada pendidikan anak negeri.
Meskipun demikian, perselisihan dengan Budi Utomo pada 1909 menyebabkan Tirto keluar dari organisasi tersebut. Tirto Adhi Soerjo menilai Budi Utomo hanya akan mengangkat kaum priyayi Jawa.
Baca Juga: 35 Ucapan Selamat Hari Pers Nasional 2024, Kirimkan ke Jurnalis dan Rekan Media Lain
Menurut Tirto, untuk memajukan kelompok yang kurang berdaya, sebaiknya tidak bergantung pada golongan elit atau pejabat pemerintah, tetapi lebih baik berkolaborasi dengan individu yang bebas, khususnya para pedagang.
Pada 1911, Tirto mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI) di Bogor dan Batavia yang mewadahi para pedagang batik, pegawai rendah Kasunanan, hingga orang-orang petugas keamanan.
Tujuannya adalah untuk memajukan perdagangan bumiputera. Pada 1912, Tirto Adhi Soerjo datang ke Surakarta dan di sini ia bertemu dengan Haji Samanhudi, seorang pengusaha batik di kampung Laweyan.
Baca Juga: Ini Dua Negara yang Jadi Pesaing Indonesia dalam Menarik Investasi Asing
Tirto Adhi Soerjo hadir dalam rapat besar SDI Surakarta dan menyerahkan kepemimpinan SDI kepada Samanhoedi.
Samanhoedi kemudian bertemu dengan Oemar Said Tjokroaminoto dan Tjokrosoedarmo yang saat itu menjadi pengurus SDI Surabaya.
SDI Solo kemudian membuat anggaran dasar baru dan mengganti nama menjadi Sarekat Islam atas inisiatif Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto.
Samanhoedi mengumumkan bahwa Sarekat Islam tidak memiliki hubungan dengan SDI yang didirikan oleh Tirto di Bogor dan Batavia. Tirto tidak dapat berbuat banyak karena ia masih berada di Maluku dan harus menjalani hukuman pembuangannya selama 6 bulan.
Baca Juga: Kumpulan Twibbon Hari Pers Nasional 2024 dan HUT PWI ke 79, Bagikan di Medsos
Akhir hidup Tirto Adhi Soerjo
Tirto ditangkap dan disingkirkan dari Pulau Jawa dan dibuang ke Pulau Bacan, dekat Halmahera (Provinsi Maluku Utara) karena terlibat dalam kasus hukum terkait tulisan-tulisannya yang kontroversial.
Dikutip dari Kompas.com (8/10/2023), setelah kembali dari pengasingan, situasi di pulau Jawa berubah dan banyak organisasi kebangsaan muncul. Tirto tidak lagi menjadi tokoh utama di surat kabar dan mulai dilupakan oleh banyak orang.
Selain itu, gerak-geriknya selalu diawasi dan dibatasi oleh penguasa kolonial yang menyebabkan kesehatan fisik serta mental Tirto menurun. Akhirnya, pada 7 Desember 1918, Tirto Adhi Soerjo mengembuskan napas terakhirnya di usia 38 tahun.
Demikian informasi mengenai biografi R.M. Tirto Adhi Soerjo yang merupakan Bapak Pers Nasional di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News